Pasien dan Petugas Kesehatan Harus Saling Empati, Banyak faktor yang bisa mempengaruhi kepuasaan dari pasien, salah satunya adalah faktor komunikasi antara petugas kesehatan dengan klien dalam hal ini pasien serta keluarganya. Karena komunikasi yang efektif antara keduanya, bisa memberikan hasil yang lebih maksimal.
Pada umumnya komunikasi yang baik adalah komunikasi yang efektif antara kedua belah pihak. Komunikasi yang efektif ini mencakup adanya proses timbal balik antar komunikator, mengurangi ketidakjelasan yang bisa mempengaruhi komunikasi, kerjasama yang baik sehingga tercipta efektivitas, diperlukan sikap dinamis dalam hal feksibilitas berkomunikasi serta komunikasi yang diciptakan menimbulkan dua dampak.
“Melihat rumitnya prinsip dari komunikasi yang efektif, rasanya sudah saatnya petugas kesehatan memahami tujuan berkomunikasi dengan klien. Klien yang dimaksud adalah pasien dan juga keluarganya,” ujar Prof Dr dr Endang Sri Murtiningsih Basuki, MPH dalam acara Pengukuhan Guru Besar FKUI di Aula FKUI, Jakarta, Sabtu (26/6/2010).
Prof Endang menambahkan sebelum menjalin hubungan, maka petugas kesehatan sebaiknya mencari tahu terlebih dahulu ciri dari klien yang akan ditangani. Pasien dan keluarganya merupakan klien yang unik, karena perasaan serta emosinya tidak bisa disamakan dengan klien lain pada umumnya.
Jika dipahami lebih lanjut, ada tiga hal yang berkecamuk di dalam pikiran pasien serta keluarganya jika harus dihadapkan pada masalah kesehatan, yaitu:
- Penyakit yang dideritanya. Pikiran yang timbul seperti apakah ia bisa sembuh, berapa lama ia bisa bertahan hidup atau bagaimana nasib keluarganya jika ia meninggal.
- Biaya yang harus dikeluarkannya. Seseorang tidak akan pernah tahu berapa biaya yang harus dikeluarkannya untuk menyembuhkan penyakit tersebut. Selain itu sebagian besar penduduk Indonesia tidak terlindung oleh jaminan kesehatan yang memadai.
- Dokter seperti apa yang akan dihadapinya. Secara umum pasien memikirkan petugas kesehatan seperti apa yang akan menanganinya. Kondisi ini biasanya dipengaruhi oleh keluhan teman, pengalaman sendiri atau kabar yang beredar di sekitarnya.
“Setiap pasien harusnya merasa nyaman dan yakin bahwa dirinya akan mendapatkan pelayanan yang penuh kasih dan bermartabat, meskipun tidak mengenal salah satu petugas di sana. Hal inilah yang menjadi tantangan bagi kita,” ungkap Profesor yang lahir di Solo 64 tahun silam.
Prof Endang menuturkan pertemuan pertama antara petugas kesehatan dengan pasien adalah salah satu periode emas. Bila periode ini bisa dilalui dengan baik, maka akan tercipta kepercayaan pasien pada petugas kesehatan. Tapi bila periode ini terlewatkan, akan sulit tercipta rasa saling percaya antara petugas kesehatan dan pasien.
Jika komunikasi yang tercipta antara petugas kesehatan dengan pasien tidak berjalan dengan baik, maka akan menimbulkan beberapa dampak, yaitu:
- Dampak pertama adalah pasien akan memilih untuk mendapatkan fasilitas kesehatan di luar negeri. Data menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun jumlah pasien yang berobat ke luar negeri semakin meningkat.
- Dampak kedua adalah pasien akan lari ke pengobatan alternatif yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu saat ini pengobatan alternatif sudah semakin menjamur dan bisa ditemukan dimana-mana.
Kunci sukses dari hubungan dokter pasien ini adalah sebuah pengakuan bahwa pasien juga seorang pakar. Seorang dokter mungkin piawai menentukan diagnosis, menentukan penyebab penyakitnya, tapi hanya pasien yang memiliki pengalaman tentang rasa sakit yang dialaminya serta pengetahuan tentang kondisi sosio ekonominya.
“Untuk itu kedua belah pihak harus saling berempati. Klien dengan segala permasalahannya memerlukan empati dari petugas kesehatan, sebaliknya klien juga harus berempati pada petugas kesehatan. Tentu saja petugas kesehatan harus professional dalam menjalankan tugasnya,” ujar dokter lulusan spesialis kesehatan masyarakat University of California.(health.detik.com)
No comments:
Post a Comment